ADA-ada saja fenomena
nyeleneh di kalangan remaja. Sayangnya, sebagian besar adalah fenomena yang
membuat miris. Fenomena cabe-cabean dan terong-terongan misalnya. Cabe-cabean
adalah sebutan bagi remaja putri yang senang keluyuran malam dan nongkrong di balapan
liar. Sedangkan terong-terongan adalah sebutan bagi remaja pria yang senang
dengan kehidupan malam, suka tawuran dan menghisap ganja. Usia mereka umumnya
sama, kisaran SMP dan SMA.
Banyak faktor yang
menyebabkan fenomena ini muncul. Setidaknya ada tiga faktor utama yang memiliki
andil khusus.
Pertama, faktor media.
Tak dapat dipungkiri, tayangan di televisi tidak banyak memberikan tuntunan
yang mendidik dan membangun. Khususnya pada segmen remaja. Gaya hidup yang
diperlihatkan dalam sinetron-sinetron atau drama-drama impor sedikit banyak
mempengaruhi remaja kita untuk menirunya. Lihat saja bagaimana cara berpakaian
dan gaya hidup mereka dijiplak habis oleh remaja putri dalam komunitas
cabe-cabean ini.
Kedua adalah faktor
keluarga, dalam hal ini adalah orang tua. Pengawasan orang tua terhadap
aktivitas anak tidak boleh lepas begitu saja. Kebutuhan seorang anak tidak
hanya sekedar materi namun juga kasih sayang dan perhatian. Salah satu mengapa
fenomena ini muncul adalah banyaknya remaja-remaja broken home yang mencari
pelampiasan dengan cara-cara negatif.
Ketiga, faktor
lingkungan. Lingkungan terdekat dari remaja adalah sekolah dan teman-teman
bergaulnya.
Kita semua sepakat
bahwa fenomena ini perlu mendapatkan perhatian. Tak ada yang menginginkan generasi
muda Indonesia menjadi generasi yang hidupnya sia-sia. Di sisi lain masa remaja
menyimpan potensi yang sangat besar untuk pembentukkan karakter di usia dewasa.
Banyak peran yang bisa kita lakukan dan kita bisa mulai bergerak dari sekarang.
Pertama, peran
keluarga. Dari keluargalah penanaman nilai-nilai agama dimulai. Anak-anak
disadarkan bahwa dia diciptakan di dunia ini dengan tujuan khusus, yakni taqwa.
Orang tua menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya.
Kedua, lingkungan.
Masyarakat perlu ikut andil dalam menjaga lingkungan sekitarnya dari hal-hal
semacam ini. Sikap individualis dan apatis harus dibuang jauh. Tindakkan amar
ma’ruf nahyi mungkar tak boleh disepelekan. Ketiga, peran negara. Perlu ada
regulasi atau kebijakan yang menjaga remaja kita. Dari mulai siaran media,
lingkungan, pendidikan, dsb. Jangan sampai kondisi seperti ini dibiarkan
berlarut-larut.
Kita pun harus
menyadari bahwa masalah ini adalah efek domino dari sistem kapitalisme yang
diterapkan. Persoalan ekonomi, politik, hukum, pendidikan, sosial, semuanya
adalah mata rantai yang saling berkaitan. Karena itu upaya jangka panjang yang
tak boleh terlupakan adalah mengganti sistem yang ada dengan sistem yang lebih
baik. Islam misalnya. Wallahu’alam
Oleh: Fitria Miftasani, Mahasiswa Erasmus Wroclaw Institute of Technology, Poland
Tidak ada komentar:
Posting Komentar